Selasa, 21 Desember 2010

RITME TUBUH DAN KONDISI MENTAL

Ritme Biologis: Pasang Surut Pengalaman

Tubuh manusia berubah secara terus menerus sepanjang waktu. Manusia mengalami banyak periode dalam setiap rentang waktu, naik turunnya fungsi fisiologis yang terjadi secara teratur disebut sebagai ritme biologis (biological rhythm). Jam biologis dalam otak mengatur peningkatan dan penyusutan hormone, volume urine, tekanan darah, dan terkadang kecepatan otak dalam merespon sebuah stimulus.
Ritme bilogis tersebut dipengaruhi dengan kejadian di lingkungan, seperti halnya perubahan waktu, suhu, dan cahaya matahari, atau sebuah proses yang biasa disebut sebagai entrainment. Namun terdapat juga dari ritme ini terjadi tanpa adanya faktor-faktor waktu yang sifatnya eksternal, ritme seperti ini bersifat endogen (endogenous), atau dihasilkan dari dalam tubuh.
Terdapat banyak ritme biologis, yang disebut sebagai ritme sirkadian (cirkadian rhythm) yang terjadi setiap 24 jam. Salah satu ritme sirkadian yang paling banyak diketahui adalah siklus terjaga-tidur (sleep-wake cycle), kemudian contoh lain adalah suhu tubuh akan berfluktuasi sebanyak satu derajat celcius, mencapai puncak, rata-rata, pada sore hari, dan mencapai puncak terendahnya pada pagi hari.
Suasana Hati dan Ritme Jangka Panjang
Beberapa orang menunjukkan terjadinya depresi berulang pada saat musim tertentu, itulah sebabnya masyarakat beranggapan bahwa suasana hati mengikuti ritme biologis jangka panjang. Pola seperti ini disebut sebagai seasonal affective disorder (SAD), namun kasus seperti ini sebenarnya jarang ditemukan. Penyebabnya belum diketahui secara pasti, namun diduga karena ketidaknormalan sekresi melatonin. Bentuk ritme jangka panjang lainnya adalah siklus menstruasi wanita, dimana di dalam tubuh terjadi berbagai kadar hormone meningkat atau menurun.
Secara umum, gender tidak menyebabkan terjadinya perbedaan dalam gejala emosional. Harapan dan proses belajar mempengaruhi bagaimana kedua jenis kelamin memaknai perubahan fisik maupun emosional. Beberapa orang dari kedua jenis kelamin mungkin mengalami perubahan suasana hati dan kepribadian karena hormone.
Ritme tidur
Pada proses tidur, periode tidur rapid eye movement (REM) muncul secara silih berganti dengan tidur non-REM dalam ritme sekitar 90 menit. Dalam tidur non-REM terdapat empat tahap berdasarkan pada gelombang otak yang muncul. Pada tahap pertama, gelombang otak menjadi kecil dan tidak beraturan. Tahap kedua, otak terkadang menghasilkan rentetan singkat gelombang yang cepat dan memiliki puncak gelombang yang tinggi, peristiwa ini disebut sebagai sleep spindle. Tahap ketiga, otak terkadang menghasilkan gelombang delta yang sangat lambat dengan puncak yang cukup tinggi, pernafasan dan detak jantung melambat, otot-otot akan melemas (rileks). Sedangkan pada tahap empat, gelombang delta mengambil alih sebagian besar aktivitas, dan membawa pada kondisi tidur dalam.
Pada tidur REM, otak sangat aktif, dan ada tanda munculnya rangsangan lainnya, tapi kebanyakan otot pada tubuh menjadi tidak mampu digerakkan, mimpi yang terlihat begitu jelas biasanya terjadi pada tidur REM ini. Dalam beberapa kasus, seseorang pernah mengalami mimpi saat terbangun yaitu situasi dimana orang terjaga dari tidur REM sebelum fase kelumpuhan benar-benar hilang, pada saat ini mereka menganggap mimpi itu benar-benar nyata.
Tidur juga dimungkinkan merupakan kebutuhan untuk konsolidasi ingatan. Peningkatan ingatan karena tidur telah diasosiasikan paling dekat dengan tidur REM dan gelombang tidur yang perlahan, maupun dengan ingatan akan ketrampilan tertentu yang spesifik. Tidur juga meningkatkan diperolehnya pemahaman mendalam dan kemampuan memecahkan masalah.
Menelusuri Dunia Mimpi
Mimpi sebagai Keinginan-keinginan yang Tidak Disadari

Menurut teori psikoanalisis mengenai mimpi, mimpi memungkinkan seseorang memenuhi keinginan dan hasrat yang terlarang atau tidak realistis yang dipaksakan masuk ke dalam bagian ketidaksadaran di dalam pikiran. Menurut Sigmund Freud, mimpi dapat mengekspresikan semua hasrat dan keinginan terpendam, yang sering kali merupakan sesuatu yang terkait dengan seksualitas dan kekerasan.
Dalam mimpi segala pikiran dan objek tampil dalam bentuk simbolis. Freud berpendapat, untuk memahami mimpi maka harus bias membedakan antara isi manifest, yaitu aspek-aspek yang dialami secara sadarselama waktu tidur yang mungkin dapat diingat ketika terbangun, dari isi laten, yaitu harapan dan pikiran-pikiran yang tidak disadari dan diekspresikan dalam bentuk simbolis.
Mimpi sebagai Usaha Mengatasi Masalah
Dalam pendekatan berfokus pada masalah terhadap mimpi berpendapat bahwa mimpi menyatakan tema utama yang menjadi kepedulian. Mimpi bahkan dapat membantu mengatasi masalah dan menghadapi isu emosional terutama pada saat krisis.
Mimpi sebagai Proses Berpikir
Dalam pendekatan kognitif dari mimpi, mimpi secara sederhana merupakan modifikasi dari aktivitas kognitif yang terjadi saat terbangun. Dalam mimpi, dibangun simulasi yang masuk akal dari dunia nyata menggunakan jenis ingatan, pengetahuan, metafora, dan anggapan-anggapan mengenai dunia yang sama seperti ketika tidak tertidur. Menurut pandangan ini, otak melakukan aktivitas atau kerja sejenis dengan yang dilakukan saat terjaga. Itulah yang menyebabkan bahwa beberapa bagian dari korteks serebral yang terlibat dalam proses persepsi dan kognisi sangat aktif pada saat bermimpi.
Mimpi sebagai Interpretasi dari Aktivitas Otak
Dalam teori aktivasi-sintesis (activation-synthesis theory) yang didasarkan pada penelitian fisiologis, mimpi merupakan hasil dari neuron-neuron bagian bawah otak (pons) yang bekerja secara spontan selama tidur REM. Saraf-saraf ini mengatur gerakan mata, wajah, keseimbangan, dan juga psotur tubuh, dan mereka mengirimkan pesan kepada bagian sensorik maupun motorik yang bertanggung jawab atas pemrosesan visual dan perilaku yang disengaja selama terjaga.
Misteri Hipnosis
Hipnosis adalah sebuah prosedur dimana sorang praktisi mensugestikan perubahan sensasi, persepsi, pikiran, perasaan, atau perilaku subjek, dan subjek tersebut mencoba mengikuti sugesti tersebut. Hipnosis terkadang dapat meningkatkan ingatan tentang fakta mengenai kejadian nyata, akan tetapi juga menghasilkan kebingungan antara fakta dengan khayalan yang tampak secara nyata.
Teori Mengenai Hipnosis
Teori Disosiasi

Dalam pendekatan ini, dinyatakan bahwa hipnosis seperti mimpi yang jelas dan bahkan distraksi sederhana, melibatkan disosiasi (dissociation), yaitu terpisahnya kesadaran di mana satu bagian pikiran bekerja sendiri dan terlepas dari kesadaran yang lainnya. Kesadaran terpisah antara bagian yang sedang dihipnotis dengan bagian sebagai pengamat tersembunyi yang tidak terlibat dalam hipnotis. Bagian yang menjadi pengamat tersembunyi ini memantau tapi tidak terlibat dalam proses hipnosis. Kecuali diberikan intruksi khusus, orang yang terhipnotis tidak akan menyadari keberadaan pengamat ini,
Pendekatan Sosiokognitif
Dalam pendekatan ini, dinyatakan bahwa efek hypnosis merupakan hasil interaksi antara pengaruh sosial yang dimiliki penghipnotis dan kemampuan, kepercayaan, serta harapan subyek. Orang yang terhipnotis pada dasarnya memainkan sebuah peran, peran yang mirip dengan kehidupan sehari-hari. Bahkan bagian pengamat tersembunyi merupakan reaksi dari tuntutan social dari situasi dan sugesti dari penghipnotis.
Obat-obatan Pengubah Kesadaran
Obat psikoaktif (psychoactive drug) adalah senyawa yang dapat mengubah persepsi suasana hati, pikiran, ingatan, atau perilaku, dengan cara mengubah zat-zat biokimia dalam tubuh. Obat-obatan psikoaktif mengubah kognisi dan emosi dengan mempengaruhi neurotransmitter dalam otak. Kebanyakan obat psikoaktif digolongkan ke dalam stimulant, depresan, opiate, atau psychedelic, tergantung dari efeknya pada system saraf pusat dan pengaruhnya terhadap perilku dan suasana hati.
Obat psikoaktif ketika digunakan secara sering dan berdosis besar dapat merusak saraf-saraf di otak dan merusak kemampuan belajar atau ingatan. Penggunaan obat-obat ini dapat menyebabkan terbentuknya toleransi, di mana terus diperlukan peningkatan dosis untuk mendapatkan efek yang sama, dan munculnya gejala withdrawal apabila mencoba untuk berhenti.
Reksi terhadap obat-obatan psikoaktif dipengaruhi tidak hanya oleh senyawa kimia yang terkandung namun juga oleh keadaan fisik dan mental pengguna. Pengalaman sebelumnya dengan obat tersebut, latar belakang lingkungan, kondisi mental, dan budaya pengguna serta motivasi penggunaannya juga memiliki pengaruh yang besar.
Daftar Rujukan
Wade, C. & Tavris, C. 2007. Psikologi: Jilid 1. Jakarta: Penerbit Erlangga

Tidak ada komentar:

Posting Komentar