Kamis, 16 Desember 2010

CANDI SINGOSARI

CANDI SINGOSARI

LATAR BELAKANG
Penamaan Candi

Awalnya orang Belanda menyebut candi ini sebagai Candi Menara. Kemudian seorang ahli purbakala lainnya bernama WF Stutterheim menyebut candi ini dengan nama Candi Cella, namun nama tersebut tidak banyak digunakan. Menurut W Van Schid pada saat dia mengunjungi candi ini tahun 1856, penduduk setemnpat telah memiliki nama sendiri untuk candi ini yaitu Candi Cungkup. Sebagian masyarakat juga mengenal candi ini dengan sebutan Candi Renggo karena letaknya berada di Desa Candirenggo. Saat ini nama yang dipakai adalah Candi Singosari karena terletak di Singosari.
Dalam kitab Pararaton disebutkan tentang tempat pendharmaan raka Kertanegara sebagai berikut Çiri Çiwabudha dhinarma ring Tumapel, bhisekaning dharma ring Purwapatapan, yang berarti Sri Suwabudha dibvuatkan bangunan peringatan di Tumapel, nama bangunan peringatan tersebut adalah Purwapatapan. Apabila dilihat dari keterangan Pararaton tersebut, bisa juga nama candi ini adalah Patapan. Akan tetapi beberapa ahli berpendapat masih masih belum dapat dipastikan apabila candi yang disebut dalam Pararaton tersebut adalah candi ini. Sebenarnya apabila kita menyimak secara seksama, keterangan kitab Pararaton tersebut didukung Kitab Nāgarakĕrtāgama Pupuh 37:7 dan 38:3, juga dalam Prasasti Gajah Mada bertarik 1351 Masehi yang ditemukan di halaman candi, candi ini disebut-sebut sebagai tempat pendharmaan raja Singhasāri terakhir yang wafat pada tahun 1292 Masehi akibat istana diserang tentara Gelang-gelang (Kediri) yang dipimpin oleh Jayakatwang. Jadi kuat dugaan bahwa candi ini memang candi dimana Kertanegara didharmakan.
Lokasi Situs
Candi Singosari ini terletak di Jalan Kertanegara Desa Candirenggo Kecamatan Singosari Kabupaten Malang. Bangunan candi terletak pada sebuah kompleks yang luasnya sekitar 8 hektar (200 x 400 meter). Sekitar 10 km dari Kota Malang, berada pada lembah di antara Pegunungan Tengger dan Gunung Arjuna di ketinggian 512 m di atas permukaan laut. Di dalam kompleks itu terdapat juga sisa fondasi bangunan, runtuhan bangunan Candi Papak dan Candi Ringgit, dan sejumlah arca batu. Candi Papak dan Candi Ringgit letaknya sekitar 300 meter ke arah barat daya Candi Singosari.
Penemuan dan Restorasi
Candi Singosari ditemukan pada awal abad ke-20 dalam keadaan sudah rusak terutama pada bagian puncak atap menara, tidak diketahui secara pasti siapa yang pertama kali menemukan candi ini. Namun orang yang pertama kali menyusun laporan kepurbakalaan tentang candi ini adalah Gubernur Pantai Timur Laut Jawa bernama Niclaus Engelhard pada tahun 1801. Dia membuat laporan tentang adanya reruntuhan bangunan candi di daerah dataran tandus Malang dalam tahun 1803 di daerah Singosari.
Kemudian banyak orang Eropa lainnya yang menulis laporan tentang candi ini, diantaranya Thomas Stamford Raffles tahun 1815, CGC Reinwardt dan J Th Bik pada tahun 1822, HJ Domis pada tahun 1829 dan tahun 1836, HN Sieburgh pada tahun 1837, JB Jukes pada tahun 1844, Jonathan Rigg pada tahun 1847, JFG Brumund pada tahun 1854 dan 1863, W Van Schimid pada tahun 1856, R Verbeek pada tahun 1891, dan para ahli sejarah dan purbakala lainnya.
Akhirnya pada tahun 1901 dan 1904, Komisi Archeologi Belanda mengadakan penelitian dan penggalian. Departemen Survey Archeologi Hindia Timur Belanda pada tahun 1934 mengadakan restorasi terhadap bangunan candi ini hingga selesai pada tahun 1937. Tahun penyelesaian restorasi ini dituliskan pada batu kaki candi di sudut barat daya.
Perawatan Situs
Pengawasan dan perawatan candi setelah direstorasi, awalnya diserahkan pada penduduk setempat bernama Rahmad dan istrinya yang bernama Ratinah. Kemudian karena Ratinah sudah tua dan Rahmad sudah meninggal dunia, maka pada tahun 1960-an pengawasan dan perawatan candi itu diserahkan kepada Sri Latifah bersama anaknya bernama Siti Chotimah sampai tahun 1980-an.
Saat ini Candi Singosari diawasi oleh tiga staf Suaka Purbakana Jawa Timur yang juga diambil dari warga setempat, ketiga staf tersebuit bernama Sugiono, Suwondo, dan Abdul Rochman. Sedangkan Siti Chotimah yang juga berstatus sebagai staf Suaka Purbakala sekarang dipindah tugaskan ke situs Arca Dwarapala yang terletak tidak jauh dari lokasi Candi Singosari.
STRUKTUR DAN KEGUNAAN BANGUNAN
Kondisi Situs

Menurut laporan tertulis dari para pengunjung Candi Singosari dari tahun 1803 sampai 1939, dikatakan bahwa Candi Singosari merupakan kompleks percandian yang luas. Didalam kompleks tersebut didapatkan tujuh buah bangunan candi yang sudah runtuh dan banyak arca berserakan disana-sini. Salah satu dari tujuh candi yang dapat diselematkan dari kemusnahan adalah candi yang sekarang kita sebut Candi Singosari. Adapun arca-arcanya banyak yang dibawa ke Belanda, sedangkan arca-arca yang saat ini berada dihalaman Candi Singosari sekarang ini, berasal dari candi-candi yang sudah musnah itu.
Sayang hingga kini banyak arca-arca yang masih berdomisili di negara lain, yakni di Royal Tropical Institute, Belanda, sehingga hanya kalangan tertentu yang dapat menikmatinya. Itupun hanya melalui foto. Padahal arca itu merupakan hasil karya seni yang tinggi yang layak menjadi kebanggaan seluruh bangsa Indonesia. Paling tidak, arca-arca itu dapat menambah kejelasan bahwa Candi Singosari memang sebuah tempat pendharmaan bagi Raja Kertanagara
Uraian Bangunan
Bangunan candi utama dibuat dari batu andesit, menghadap ke barat, berdiri pada alas bujursangkar berukuran 14 m × 14 m dan tinggi candi 15 m. Bangunan ini terdiri atas tingkat yang terbawah atau batur, kaki-candi yang tinggi, tubuh yang langsing, dan bagian atap yang berbentuk limas. Kaki-candi dibangun di atas batur yang tingginya 2 meter. Di atas batur itu yang tinggi itu berdiri kaki candi yang dibuat cukup tinggi. Pada bagian kaki candi itulah terdapat bilik-bilik candi dan bangunan penampilnya. Pada bangunan penampil yang ada pada masing-masing sisi terdapat relung untuk menempatkan arca. Relung ini bagian atasnya terdapat hiasan kepala kala yang belum selesai dikerjakan. Bangunan penampil biasanya terdapat pada bagian tubuh.
Candi ini kaya akan ornamen ukiran, arca, dan relief. Di dalam ruang utama terdapat lingga dan yoni. Terdapat pula bilik-bilik lain: di utara (dulu berisi arca Durga yang sudah hilang), timur yang dulu berisi arca Ganesha, serta sisi selatan yang berisi arca Siwa-Guru (Resi Agastya). Di komplek candi ini juga berdiri arca Prajnaparamita, dewi kebijaksanaan, yang sekarang ditempatkan di Museum Nasional Indonesia, Jakarta. Arca-arca lain berada di Institut Tropika Kerajaan, Leiden, Belanda, kecuali arca Agastya. Alasan mengapa arca resi Agastya tidak dibawa serta ke Belanda adalah diduga karena kondisinya yang sudah rusak cukup parah, sehingga tidak layak dibawa sebagai hadiah kepada penguasa Belanda pada saat itu.
Komplek percandian terdiri dari beberapa candi. Di sisi barat laut komplek terdapat sepasang arca raksasa besar dengan tinggi hampir mencapai 4 meter yang disebut Dwarapala. Posisi gada milik Dwarapala tersebut menghadap ke bawah, hal ini menunjukkan meskipun penjaganya raksasa tetapi masih ada rasa kasih sayang terhadap semua mahkluk hidup dan ungkapan selamat datang bagi semuanya. Posisi arca seperti ini hanya ada di Singosari, tidak ada di tempat ataupun kerajaan lainnya. Dan di dekatnya arca Dwarapala terdapat alun-alun. Hal ini menimbulkan dugaan bahwa candi terletak di komplek pusat kerajaan.
Letak candi Singosari yang dekat dengan kedua arca Dwarapala menjadi menarik apabila dikaitkan dengan ajaran Siwa yang mengatakan bahwa dewa Siwa bersemayam di puncak Kailasa dalam wujud lingga, batas timur terdapat gerbang dengan Ganesha atau Ganapati sebagai penjaganya, gerbang barat dijaga oleh Kala dan Amungkala, gerbang selatan dijaga oleh Resi Agastya, gerbang utara dijaga oleh Batari Gori. Karena letak candi Singosari yang sangat dekat dengan kedua arca tersebut yang terdapat pada jalan menuju ke Gunung Arjuna, penggunaan candi ini diperkirakan tidak terlepas dari keberadaan gunung Arjuna dan para pertapa yang bersemayam di puncak gunung ini pada waktu itu
Candi Singosari dulunya tidak berdiri sendiri. Di sebelah selatan masih di dalam lingkungan candi terdapat sebuah batur fondasi. Mungkin di atas batur itu terdapat bangunan kecil yang dibuat dari bahan yang mudah rusak. Pada salah satu bangunan candi yang terdapat di dalam kompleks percandian terdapat arca Prajñāpāramitā, dewi kebijaksanaan dalam agama Buddha, yang sekarang disimpan di Museum Nasional, Jakarta. Arcaarca lain yang ditemukan dari runtuhan bangunan yang terdapat di sekitar Candi Singosari adalah arca Ganeśa, Chakrachakra (Bhairawa), Brahmā, Tŗnawindu, dan Agastya.
Chakrachakra adalah nama yang terdapat pada bagian belakang arca dalam bentuk Bhairawa ini, Śiwa dalam bentuk sedang marah. Nama lengkapnya mungkin Chakrachakreśwara, sesosok dewa yang berdiri di atas srigala dengan tangannya memegang tombak bermata tiga, pisau besar, gendang tangan, dan tengkorak manusia. Bagian badannya penuh dengan hiasan tengkorak manusia.
Candi Singosari Diduga Bangunan Belum Jadi
Hal lain yang menarik untuk diamati pada Candi Singosari ini adalah hiasan candi. Umumnya bangunan candi dihias dengan hiasan yang rata pada seluruh badan atau bagian candi. Pada Candi Singosari kita tidak mendapatkan hal yang demikian. Hiasan Candi Singosari tidak seluruhnya diselesaikan. Dengan demikian banyak ahli yang disimpulkan bahwa Candi Singosari dahulu belum selesai dikerjakan tapi kemudian ditinggalkan. Sebab-sebab ditinggalkan tersebut dihubungkan dengan dengan adanya peperangan, yaitu serangan dari raja Jayakatwang dari kerajaan Gelang-gelang (Kediri) terhadap Raja Kertanegara sebagai raja kerajaan Singhasāri yang terjadi pada sekitar tahun 1292. Serangan raja Jayakatwang tersebut dapat menghancurkan kerajaan Singhasāri. Raja Kertanegara beserta pengikutnya dibunuh. Diduga karena masa kehancuran kerajaan Singhasāri itulah, maka Candi Singhasāri tidak terselesaikan dan akhirnya terbengkalai.
Ketidak selesaian bangunan candi ini bermanfaat juga bagi kita yang ingin mengetahui teknik pembuatan ornamen candi. Tampak bahwa hiasan itu dikerjakan dari atas ke bawah. Bagian atas dikerjakan dengan sempurna, bagian tubuh candi (tengah) sebagian sudah selesai sedangkan bagian bawah sama sekali belum diselesaikan.
Kegunaan Situs
Menurut kebiasaan dalam agama Hindu, apabila raja wafat maka jenazahnya akan dibakar dan abunya dilarung ke sungai, ke laut, atau ditebarkan di penjuru mata angin. Kemudian dibuatkan tempat pendharmaannya, yaitu sebuah bangunan peringatan sebagai tempat pemujaan bagi arwahnya, masyarakat biasanya menyebut sebagai candi. Di dalam candi tersebut terdapat sumuran, yang di dalamnya diletakkan Garbhapatra, yaitu sebuah bejana persegi dari batu yang dikotak-kotak dengan lubang sembilan sampai dengan 25. Di dalam kotak-kotak lubang tersebut terdapat peripih, yaitu bermacam-macam benda dari logam, batu, dan biji-bijian, serta tanah.
Sebagian besar ahli sejarah dan purbakala berpendapat bahwa Candi Singosari ini merupakan makam raja Kertanegara yaitu raja terakhir kerajaan Singhasari, namun ada pula sebagian ahli yang masih meragukan akan hal ini. Mereka sepakat Candi Singosari memang dapat dihubungkan dengan raja Kertanegara, namun belum terbukti sebagai makam atau tempat penyimpan abu jenazah raja Kertanegara. Mereka berpendapat pada Candi Singosari tidak ditemukan kotak batu tempat menyimpan peripih. Dan di Candi Singosari juga tidak memiliki sumuran tempat menyimpan Garbhapatra.
Berdasarkan uraian tersebut, maka fungsi Candi Singosari merupakan sebagai tempat pemujaan. Pemujaan tersebut ditujukan kepada Dewa Siwa. Hal ini dilihat dari sistem mandala yang terlihat pada Candi Singosari ini berdasarkan arca-arcanya adalah candi Hindu.
Melihat diskripsi dari bangunan candi ini, para ahli menarik beberapa kesimpulan bahwa Candi Singosari merupakan tiruan Gunung Meru yang berpuncak kailasa dengan empat puncak lebih rendah, yaitu Gunung Mandara, Gunung Gandhamana, Gunung Vipula, dan Gunung Supasraya.
Menurut para ahli Candi Singosari merupakan simbolisasi dari konsep Samodramanthana yaitu pengadukan lautan susu yang menggunakan Gunung Mandara sebagai antan, dari pengadukan itu keluarlah air suci yang disebut sebagai Amerta.
Kesimpulan lain yang dikemukakan para ahli bahwa Candi Singosari juga merupakan simbolisasi dari Lingga dan Yoni, karena adanya teras batur yang memiliki cerat pada sisi utara sebagai Yoni, dan candinya sebagai Lingga.

(dikutip dari berbagai sumber)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar