KOMUNIKASI PEMASARAN TERPADU
PENDAHULUAN
Dewasa ini sudah jarang perusahaan yang hanya bergantung pada satu bentuk komunikasi saja untuk memasarkan produknya, baik berupa barang ataupun jasa. Kemajuan teknologi semakin memperkaya media komunikasi, sehingga perusahaan tidak lagi hanya tergantung pada media konvensional seperti koran, majalah, radio atau televisi, namun bisa memanfaatkan media-media baru seperti telepon seluler, dan internet. Bahkan kemajuan teknologi tersebut memberi peluang perusahaan untuk mengganti komunikasi massa dengan komunikasi interpersonal, yang lebih bersifat pribadi.
Sulaksana (2003) berpendapat Pemasar (Perusahaan) mesti membuka wawasannya agar berpikir dalam kerangka Integrated Marketing Communications, yaitu memanfaatkan beragam elemen bauran komunikasi yang berbeda-beda agar tercipta koherensi yang saling mendukung.
Sebelum lebih lanjut kita membahas tentang komunikasi pemasaran terpadu, kita perlu memahami terlebih dahulu apakah itu pemasaran, Kotler dalam Panuju (2000) menyebutkan pemasaran adalah proses sosial dengan mana individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan dan mempertukarkan produk dan nilai dengan individu dan kelompok lainnya.
Sedangkan komunikasi atau communications dalam bahasa Inggris, menurut Mulyana (2003), berasal dari kata Latin communis yang berarti ”sama”, communico, communicatio, atau communicare yang berarti ”membuat sama” (to make common). Istilah pertama (communis) adalah istilah yang paling sering disebut sebagai asal usul kata komunikasi, yang merupakan akar dari kata-kata Latin lainnya yang mirip. Komunikasi menyarankan bahwa suatu pikiran, suatu makna, atau suatu pesan dianut secara sama. Akan tetapi definisi-definisi kontemporer menyarankan bahwa komunikasi merujuk pada cara berbagai hal-hal tersebut, seperti dalam kalimat ”Kita berbagi pikiran”, ”Kita mendiskusikan makna:, dan ”Kita mengirimkan pesan”.
Komunikasi pemasaran menurut Sulaksana (2003) merupakan proses penyebaran informasi tentang perusahaan dan apa yang hendak ditawarkannya (offering) pada pasar sasaran. Komunikasi pemasaran ini memiliki peran yang sangat penting, karena menjadi fasilitas hubungan saling menguntungkan antara perusahaan dengan pembeli prospektif.
Kegiatan komunikasi pemasaran menurut Lovelock dalam Nirwana (2006) dapat melibatkan seluruh variabel komunikasi pemasaran (commmunications marketing mix) yang terdiri dari komunikasi personal, periklanan (advertising), promosi penjualan (promotional selling), serta pemberitaan (publicity).
Untuk mencapai tujuan komunikasi pemasaran yang meliputi komunikasi membujuk pelanggan melakukan tidakan konsumsi (persuasive communications) dan komunikasi pengingat (remember communications) diperlukan strategi komunikasi sehingga isi atau content informasi dapat sampai pada sasaran. Strategi komunikasi berarti adanya komunikasi secara efektif sehingga berpengaruh sesuai informasi yang disampaikan.
Menurut Nirwana (2006) efektivitas komunikasi melingkupi tahap yang terdiri dari identifikasi khalayak sasaran, penentuan tujuan komunikasi, perancangan pesan, pemilihan saluran komunikasi, penetapan anggaran komunikasi, dan penentuan bauran komunikasi, serta mengukur hasil komunikasi.
Dalam perkembangannya, tujuan komunikasi pemasaran tidak lagi terbatas hanya untuk mendorong pembelian pertama, namun juga memastikan kepuasan pasca pembelian sehingga meningkatkan kemungkinan terjadinya pembelian selanjutnya, bahkan mendorong konsumen tersebut menjadi pelanggan loyal. Tanpa adanya komunikasi antara suatu perusahaan dengan calon pembeli, maka tidak akan pernah terjadi transaksi apapun. Konsumen tidak pernah tahu bahwa apa yang sedabng dicarinya sebenarnya ada pada perusahaan tersebut.
Nirwana dalam bukunya Service Marketing Strategy mengemukakan betapa pentingnya komunikasi pemasaran, Nirwana (2006) berpendapat keberadaan jasa (produk) perlu dikomunikasikan kepada pelanggan atau target market. Tanpa adanya komunikasi bisnis, maka jasa (produk) akan sulit diterima oleh market.
Maka, keberadaan komunikasi pemasaran sangat penting. Komunikasi dapat diibaratkan sebagai jembatan penghubung antara perusahaan penyedia barang atau jasa dengan konsumen atau pelanggan jasa. Komunikasi yang baik akan memudahkan produk, baik berupa barang atau jasa diterima oleh market. Sebaliknya kegagalan dalam komunikasi penyampaian produk akan berakibat pada kegagalan pemasaran produk tersebut. Untuk mencapai hasil yang optimal, maka upaya melakukan komunikasi pun harus disertai dengan strategi komunikasi pemasaran secara tepat. Pemahaman terhadap alat komunikasi, isi komunikasi, serta sumber yang mengadakan komunikasi pun harus diperhatikan dengan seksama.
PERSEPSI KONSUMEN
Persepsi konsumen disini dapat diartikan sebagai proses yang dilalui konsumen dalam memilih, mengorganisasikan dan mengintepretasikan pesan guna membentuk gambaran. Bentuk persepsi konsumen tersebut dapat berupa: perhatian selektif, yaitu kecenderungan bagi konsumen untuk menyaring sebagian besar pesan yang dihadapi; distorsi selektif, yaitu menguraikan kecenderungan konsumen untuk mengintepretasikan pesan dengan cara mendukung apa yang telah diyakini; dan ingatan selektif, yaitu kecenderungan dalam mendukung pesan yang mendukung pendirian dan kepercayaan konsumen.
Menurut Cronkhite dalam Panuju (2000) pesan merupakan jantung suatu komunikasi. Pesan itulah yang mengalirkan maksud, perencanaan, motif maupun nilai-nilai dari satu individu kepada individu yang lain, dari kelompok manusia yang satu kepada kelompok manusia yang lain.
Sedangkan bagi kepentingan bisnis, Panuju (2000) berpendapat pesan merupakan simbolisme dari nilai produk, tujuan-tujuan, maupun menggambarkan pola interaksi bisnis.
Dalam menyampaikan pesan-pesan kepada konsumen, perusahaan dapat memilih penggunaan aktivitas komunikasi tertentu, yang terdiri dari periklanan, promosi, public relation atau kehumasan, penjualan personal maupun pemasaran langsung. Semuanya memiliki karakter dan biaya sendiri-sendiri. Aktivitas komunikasi tersebut merupakan elemen dalam bauran komunikasi pemasaran, semua elemen tersebut mengkomunikasikan sesuatu kepada pembeli.
Sebelum kita melangkah lebih lanjut membicarakan bauran komunikasi pemasaran, maka ada baiknya kita terlebih dahulu mengetahui apakah yang dimaksud dengan bauran pemasaran. Menurut Amirullah & Hardjanto (2005) bauran pemasaran (marketing mix) merupakan variabel-variabel pemasaran (produk, harga, promosi, dan distribusi) yang masih dapat dikontrol (controlable) oleh perusahaan dan dikombinasikan dalam rangka meningkatkan omzet penjualan.
Tan Kiat Djwe dalam Amirullah & Hardjanto (2005) menyebutkan bahwa variabel-variabel bauran pemasaran (marketing mix) meliputi: produk, reklame (advertising), bantuan penjualan, dan anjuran mengenai produk.
Perusahaan perlu untuk memadukan keseluruhan bauran pemasaran supaya efektif menyampaikan pesan dan posisi strategis yang konsisten kepada konsumen. Setiap brand contact membawa kesan yang dapat memperkuat atau justru memperlemah citra perusahaan di hadapan konsumen.
Menurut Philipson (2008) setiap organisasi (perusahaan) memiliki sebuah citra atau image, yakni persepsi yang dimiliki orang-orang tentang organisasi tersebut. Persepsi yang baik dari konsumen merupakan hal yang sangat penting, baik terhadap produk maupun perusahaan itu sendiri.
Ekuitas merek menjadi jaminan kepercayaan konsumen untuk melakukan pembelian ulang, dan menjadi pelanggan loyal perusahaan. Brand image atau citra perusahaan adalah hal yang juga sangat penting, citra perusahaan di mata konsumen ini dapat menjadi payung bagi merek yang dibangun. Dengan adanya reputasi perusahaan tersebut, merek akan lebih terlindung dan aman, sekaligus menjadi mother of brand, yang selanjutnya dapat melahirkan brand baru dengan biaya yang lebih kecil dengan kemampuan setara dengan merek sebelumnya.
Brand image merupakan intangible asset yang sangat bernilai bagi perusahaan. Citra tersebut dapat memikat konsumen dengan lebih efektif pada saat konsumen menghadapi berbagai tawaran lain yang menarik. Karyawan pun akan lebih tertarik bahkan lebih loyal pada perusahaan yang mempunyai citra baik.
Menurut Sulaksana (2003) reputasi meningkatkan kepercayaan, juga bisa meningkatkan profitabilitas, berperan sebagai barikade ketika pesaing masuk, serta mampu menjadi katalisator agar lebih cepat keluar dari terpaan krisis.
STIMULI PEMASARAN
Ada kalanya konsumen menghindar dari exposure pesan, namun jika tetap terekspos maka mereka dipaksa untuk menentukan apakah menerima atau menolak. Pesan dapat diterima apabila pesan berhasil mengkomunikasikan benefit produk yang dianggap penting oleh segment sasaran. Sebaliknya, pesan akan ditolak apabila dianggap kurang kredibel atau pesan tidak dapat dipercaya. Bisa juga karena faktor lain diluar isi pesan dan lebih merupakan cerminan sikap, pengalaman, dan keyakinan konsumen. Misalnya apabila konsumen suatu produk dikecewakan secara terus menerus oleh produk tersebut, maka akan sulit bagi konsumen untuk menerima klaim bahwa produk tersebut memiliki performa sesuai yang diharapkannya. Jadi konsumen telah memiliki persepsi yang buruk terhadap produk tersebut, dan bukan hal yang mudah untuk merubah persepsi itu.
Persepsi konsumen juga dipengaruhi oleh stimuli pemasaran. Stimuli pemasaran diartikan sebagai semua bentuk komunikasi atau stimuli fisik yang dimaksudkan untuk mempengaruhi konsumen. Produk dan unsur-unsurnya, seperti kemasan, isi, ciri-ciri fisik produk merupakan stimuli primer. Sedangkan komunikasi yang dirancang untuk mempengaruhi perilaku konsumen disebut sebagai stimuli sekunder, baik dalam bentuk kata-kata, gambar, dan pencitraan dalam bentuk stimuli lain yang berkaitan dengan produk, seperti harga, display toko, dan efek wiraniaga.
Mengembangkan konsep produk merupakan prasyarat utama dalam mengkomunikasikan stimuli sekunder kepada konsumen. Menurut Sulaksana (2003) Konsep produk adalah seperangkat benefit produk yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan konsumen sasaran melalui pesan, simbol, dan pencitraan. Konsep produk dapat dikatakan merupakan penataan stimuli sekunder menjadi posisi produk terpadu yang dapat dikomunikasikan kepada konsumen.
Terdapat dua faktor yang menentukan persepsi konsumen, yaitu karakteristik stimuli dan kemampuan konsumen mempersepsi stimulus tersebut. Misalkan produsen suatu produk mengganti sebagian bahan baku dari produknya, dapat dikatakan telah melakukan perubahan stimuli yang efektif apabila konsumen dapat membedakan produk yang lama dengan produk yang telah diperbarui.
Sedangkan karakteristik penting yang turut menentukan persepsi konsumen pada stimuli ada dua, yaitu: kemampuan membedakan stimuli dan kemampuan menggenaralisasi dari satu stimuli ke stimuli lainnya. Pada umumnya kemampuan konsumen untuk mebedakan ciri-ciri indrawi suatu produk sangat rendah. Sehingga biasanya perusahaan yang menjadi produsen lebih mengandalkan iklan untuk menegaskan perbedaan merek yang tidak bisa dicerminan hanya oleh ciri-ciri produk saja. Perusahaan berusaha menciptakan brand image yang mampu meyakinkan konsumen bahwa produk mereka lebih baik dari produk lainnya.
KOMUNIKASI PEMASARAN TERPADU
Mengingat kemajuan teknologi saat ini, semakin mudah bagi perusahaan untuk untuk mengiklankan produknya dalam berbagai media, semakin banyaknya iklan tentu juga akan membuka persaingan yang lebih luas dan terbuka dalam pemasaran produk perusahaan. Konsumen menjadi semakin dapat membandingkan antara produk yang ditawarkan dalam iklan yang satu dengan yang lainnya. Banyaknya iklan yang menarik dari berbagai perusahaan pesaing ini justru mengakibatkan iklan dan promosi semakin tidak efektif karena konsumen cenderung menurun kemampuannya mengingat pesan dari iklan yang telah dilihat dan didengar.
Phillipson, dalam bukunya How To Do Your OWN PR yang diterbitkan pertama kali di Mumbai pada 2002, menyajikan sebuah contoh cerita yang mengangkat kerugian suatu perusahaan yang melakukan pengeluaran iklan berlebihan tanpa memperhatikan elemen yang lain dalam bauran komunikasi pemasaran.
Phillipson menceritakan bagaimana James pertama kali mendirikan toko sepeda gunungnya. Tentu saja dia ingin memulai usahanya dengan awal yang bagus, karena itu dia banyak memasang iklan, sebagian besar dipasang di surat kabar lokal, dan sebagian kecil di radio. Dengan sedikit pengecualian, James beriklan setiap akhir pekan, dengan gambar iklan yang sama sejak hari pertama dia mulai memasang iklan.
Setelah sekian lama menjalankan usahanya, James tampak seperti orang yang bekerja di departemen iklan. Apabila surat kabar lokal itu memiliki edisi khusus atau sebuah halaman yang masih kosong, beberapa saat sebelum deadline, mereka tahu siapa yang harus dihubungi. Tentu saja James lah orang yang pertama kali mereka hubungi, James pun jarang menolak tawaran tersebut. Dia tidak dapat memikirkan cara yang lebih baik untuk mengatakan pada orang tentang tokonya tersebut. James terus mengeluarkan biaya iklan tanpa henti, menghabiskan uang di iklan yang sedikit atau bahkan tidak pernah memberi bagi bisnisnya, baik secara langsung maupun tidak langsung. Sayang sekali bagi James, dia tidak memanfaatkan elemen lain dalam bauran komunikasi pemasaran selain iklan.
Hal yang demikian itulah yang kemudian memaksa perlu adanya perubahan terhadap paradigma komunikasi pemasaran yang selama ini dianut, yang hanya mengutamakan upaya perusahaan memikat konsumen dengan mengandalkan iklan dan promosi saja. Iklan atau promosi secara terus menerus tidak selalu menguntungkan, kecuali jika sudah terdapat banyak konsumen melakukan pembelian ulang, maka iklan dapat berfungsi sebagai pengingat (remember communications). Perusahaan perlu melakukan inventasi pada sistem komunikasinya bukan hanya kepada konsumen, namun juga khalayak luas yang terkait dalam eksistensi perusahaan (stakeholder). Perusahaan perlu berpaling pada komunikasi pemasaran terpadu untuk mencapai komunikasi yang efektif pada stakeholder.
Nirwana (2006) berpendapat bahwa dalam melakukan komunikasi (pemasaran), pihak perusahaan tidak hanya sebatas menunjukkan keberadaan jasa (produk) atau informasi tentang jasa (produk). Tetapi juga menunjukkan adanya unsur kekuatan pengaruh komunikasi pemasaran terhadap calon pelanggannya. Pihak perusahaan perlu melakukan upaya persuasif atau membujuk pelanggan untuk bersedia mengkonsumsi jasa (produk). Komunikasi pemasaran juga diperlukan sebagai daya pengingat pelanggan (remember communications) terhadap keberadaan jasa (produk) yang selama ini telah dikonsumsi
Dalam bukunya Integrated Marketing Communications: Teks dan Kasus, yang diterbitkan pada tahun 2003, Sulaksana menceritakan bagaimana General Electic melakukan investasi pada sistem komunikasinya dengan khalayak luas. Dalam buku tersebut Sulaksana memaparkan program ”Building Pride Trough Lighting” yang dijalankan oleh PT GE Lighting, salah satu anak perusahaan General Electric. Program tersebut merupakan bentuk kepedulian General Electric dalam membangkitkan kebanggaan nasional melalui sistem donasi sistem pencahayaan dalam menerangi situs-situs budaya kebanggaan Indonesia. Setelah Candi Prambanan, giliran Candi Borobudur yang ditampilkan dengan megah dan fantastis oleh General Electric. Tehnik pencahayaan khusus Candi Borobudur yang dikerjakan selama empat bulan tersebut berkekuatan 40 ribu watt, sehingga meskipun di malam hari namun kekayaan relief situs bersejarah tersebut tetap terlihat dengan jelas.
Proyek besar itu sama sekali tidak memberikan pendapatan finansial sedikitpun kepada General Electric, bahkan mereka harus mengeluarkan biaya yang mencapai milyaran rupiah. Program pencahayaan itu merupakan kegiatan sosial yang dilandasi keinginan untuk memberikan sesuatu pada peninggalan sejarah dan menunjang industri pariwisata. Proyek raksasa tersebut tentu saja mendapat liputan berbagai media.
Hal itu tentunya akan memunculkan tanda tanya, apakah General Electric melakukan itu karena pengelola Candi Borobudur, PT Taman Wisata adalah salah satu konsumennya. Namun General Electric menjawab dengan tegas bahwa konsumennya tidak terbatas mereka yang membeli lampu dan sistemnya, melainkan seluruh masyarakat Indonesia dan masyarakat dunia, yang kini bisa bangga yelah mampu ikut melestarikan salah satu warisan budaya dunia itu.
Apa yang dilakukan oleh General Electic tersebut adalah salah satu contoh bagaimana perusahaan melakukan investasi bukan hanya kepada konsumen, namun juga kepada khalayak luas. Sekilas tampaknya memang program tersebut tidak menghasilkan profibilitas secara langsung kepada perusahaan, namun sebenarnya biaya besar yang dikeluarkan General Electric tersebut tidak sia-sia, mereka telah melakukan investasi jangka panjang dalam rangka membangun citra perusahaan.
Gina R Soepardi berpendapat dalam Panuju (2000) menciptakan image atau citra perusahaan yang positif di kalangan publik sekaligus mempertahankannya adalah merupakan tugas pokok kehumasan. Namun itu semua tidak dapat dicapai tanpa bantuan elemen-elemen lain dalam bauran komunikasi pemasaran. Di tengah kemajuan tehnologi yang semakin pesat, aktivitas yang hanya mengandalkan kemampuan individu juga dipandang sudah tidak efisien lagi.
Menurut The American Association of Advertising Agency dalam Sulaksana (2003), komunikasi pemasaran terpadu adalah konsep perencanaan komunikasi pemasaran yang mengakui nilai tambah rencana komprehensif yang mengkaji peran strategis masing-masing bentuk komunikasi, misalnya iklan, direct response, promosi penjualan, dan public relation, dan memadukannya untuk meraih kejelasan, konsistensi, dan dampak komunikasi maksimal melalui pengintegrasian pesan.
Komunikasi pemasaran terpadu menciptakan paradigma baru dalam pemasaran. Seluruh elemen dalam bauran komunikasi pemasaran bersatu menggabungkan kekuatan, tidak ada lagi yang lebih berjasa antara elemen bauran komunikasi pemasaran yang satu dengan yang lain. Muncul kesadaran perlunya konsistensi pesan komunikasi pemasaran, serta keterkaitan media komunikasi yang digunakan agar menghasilkan konsistensi reputasi antara citra merek dengan citra perusahaan.
Konsep komunikasi pemasaran terpadu diperluas bukan lagi sekedar untuk kepentingan pemasaran, namun menjadi lebih komprehensif dan menyentuh berbagai aspek terkait perusahaan. Menurut Sulaksana (2003) terdapat empat jenjang dalam komunikasi pemasaran terpadu:
Pertama, aspek filosofis, mulai dari visi yang dijabarkan menjadi misi, hingga dirumuskan menjadi sasaran perusahaan yang menjadi pedoman semua fungsi perusahaan. Kedua, menyangkut keterkaitan kerja antar fungsi, yakni operasi, sumber daya manusia, pemasaran, distribusi, sampai penjualan. Ketiga, menjaga keterpaduan atau integrasi berbagai fungsi tersebut untuk mewujudkan tiga hal: konsistensi positioning untuk meraih reputasi yang diharapkan, memelihara interaksi sehingga terjalin hubungan yang kokoh dengan, dan menerapkan pemasaran berbasis misi untuk mendongkrak nilai tambah di mata stakeholder. Keempat, memantapkan jalinan hubungan untuk membina loyalitas dan ekuitas merek terhadap stakeholder.
Terdapat tiga hal penting dalam menjaga keterpaduan antar fungsi dalam perusahaan.
Pertama, menjaga konsistensi positioning supaya mengarah pada reputasi yang diharapkan. Konsistensi ini dijaga dengan empat hal:
1.Mencermati setiap titik kontak (contact point).
2.Memantau dan membuat peringkat key stakeholder agar kebutuhan mereka tetap menjadi fokus kegiatan perusahaan dan pemasaran.
3.Memelihara konsistensi persepsi stakeholder melalui penyampaian pesan dengan elemen dasar yang mencerminkan posisi dan misi perusahaan.
4.Mengupayakan keterpautan melalui standarisasi logo, pesan pada semua materi komunikasi, dan jingle.
Kedua, memellihara interaksi komunikasi sehingga terjalin hubungan kokoh dengan stakeholder. Ini bisa diperoleh melalui keterkaitan media, pemanfaatan basis data, dan dialog berkesinambungan. Upayakan keterkaitan antara media cetak, elektronik, interaktif, media luar ruang, dan komunikasi getok tular. Himpun data pelanggan dan stakeholder, pupuk dialog intens untuk memperoleh manfaat timbal balik.
Ketiga, menerapkan pemasaran berbasis misi untuk mendongkrak nilai tambah. Misi perusahaan diwujudkan dengan program pemasaran dan kehumasan simpatik. Ada beberapa cara: aktivitas terfokus, program relevan dengan bidang usaha perusahaan, dirancang untuk jangka panjang, dan bersifat persuasif.
DAFTAR RUJUKAN
Amirullah & Hardjanto, I. 2005. Pengantar Bisnis. Yogyakarta: Graha Ilmu
Mulyana, D. 2003. Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Nirwana. 2006. Service Marketing Strategy. Malang: DIOMA.
Panuju, R. 2000. Komunikasi Bisnis: Bisnis sebagai Proses Komunikasi, Komunikasi sebagai Kegiatan Bisnis. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Phillipson, I. 2008. Buku Pintar Public Relations. Yogyakarta: Image Press
Santoso, E. & Setiansah, M. 2010. Teori Komunikasi. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Sulaksana, U. 2003. Integrated Marketing Communications: Teks dan Kasus. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Universitas Negeri Malang. 2000. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (PPKI). Malang: Universitas Negeri Malang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar