PENGARUH LOBBY YAHUDI
PENGERTIAN LOBBY DAN NEGOSIASI
Disadari maupun tidak, setiap orang sebenarnya adalah seorang negosiator. Dalam keseharian hidup, setiap orang kerap melakukan lobby dan negosiasi untuk mewujudkan apa yang diinginkannya. Lobby dan negosiasi hampir selalu muncul dalam setiap aspek kehidupan manusia, baik secara individual ataupun kelompok.
Pengertian lobby menurut Pareno (2010) berasal dari bahasa Inggris yaitu Lobbying yang mempunyai dua arti. Pertama, berarti ruang tunggu di gedung, hotel, atau gedung parlemen. Kedua, berarti upaya untuk mempengaruhi pembuat keputusan, baik anggota parlemen maupun pejabat pemerintah. Melihat pengertian di atas maka dalam konteks Lobby Yahudi ini maka pengertian lobi yang akan digunakan adalah pengertian yang kedua. Sedangkan pengertian lobby berdasarkan New Oxford American Dictionary (2nd Edition), lobby diartikan sebagai upaya untuk memengaruhi seseorang (pejabat politik atau publik) atas suatu isu.
Dalam konteks komunikasi, Pareno (2010) berpendapat lobby merupakan komunikasi interpersonal, yaitu komunikasi antar seseorang dengan seseorang. Meskipun pihak yang dilobby lebih dari satu orang, lobby tetap merupakan komunikasi interpersonal. Namun komunikasi interpersonal tersebut dapat berubah menjadi komunikasi kelompok apabila pihak yang melakukan lobby dan yang dilobby masing-masing berjumlah lebih dari lima sampai sepuluh orang.
Hampir sama dengan lobby, negosiasi menurut Pareno (2010) berasal dari bahasa Inggris yaitu negotiation. Dalam kamus lengkap Wojowasito & Wasito (1980) negotiation berarti merundingkan, atau menyingkirkan kesukaran. Sedangkan Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan negosiasi sebagai proses tawar-menawar dengan jalan berunding untuk memberi atau menerima guna mencapai kesepakatan bersama antara satu pihak (kelompok atau organisasi) dengan pihak lain.
Dari pengertian di atas, baik lobby maupun negosiasi pada prinsipnya memiliki makna yang sama, yaitu membuka ruang pertukaran sumber daya untuk memenuhi kebutuhan. Perbedaan atas keduanya lebih pada bentuknya. Bentuk formal biasa disebut negosiasi, sedangkan bentuk informal dinyatakan sebagai lobby. Proses lobby tidak terikat waktu dan tempat, dan bisa dilakukan terus menerus dalam waktu panjang. Namun proses lobby juga memerlukan kemampuan komunikasi interpersonal yang lebih tinggi dibandingkan dengan negosiasi. Kemampuan interpersonal ini dipakai untuk mengolah proses pertukaran kepentingan dalam situasi yang nyaman dan bersahabat.
Apabila lobby bersifat nonformal, yang berarti tidak mengikat pihak yang melakukan lobby dan pihak yang menerima lobby, maka dalam negosiasi apabila sudah melahirkan kesepakatan harus mengikat kedua belah pihak. Oleh karena itu negosiasi biasanya dilanjutkan dengan MOU (Memorandum of Understanding), kontrak atau surat perjanjian, dan tindakan. Dalam lobby, yang aktif adalah pihak yang melakukan lobby. Sedangkan dalam negosiasi kedua belah pihak sama-sama aktif.
LOBBY YAHUDI
Latar Belakang Yahudi di Amerika Serikat
Kedatangan Yahudi di Amerika Serikat berawal pada tahun 1492, dimana dalam pelayarannya, Christoper Columbus yang mengikut sertakan sekolompok Yahudi setelah lebih dari 300.000 orang Yahudi diusir dari Spanyol. Pelayaran yang membuka mata dunia barat terhadap separuh bumi yang lain tersebut tidak lepas dari peran orang-orang Yahudi. Terdapat lima orang Yahudi dalam pelayaran Columbus tersebut, yakni Luis de Torres, penerjemah; Marco, ahli bedah; Bernal, dokter; Alonzo de la Caile dan Gabriel Sanchez.
Menurut Henry Ford dalam bukunya yang diterbitkan tahun 1977 dalam The International Jew dalam Ford (2006) kalangan Yahudi melihat Amerika bak sebuah tanah yang penuh buah. Sehingga mendorong terjadinya gelombang imigrasi ke Amerika Selatan, khususnya Brasil. Namun karena campur tangan militer dalam persengketaan orang Brazil dan Belanda, maka orang-orang Yahudi Brazil tergerak untuk berimigrasi. Mereka kemudian berpindah ke koloni Belanda yang sekarang dikenal sebagai New York. Gubernur Belanda, Peter Stuyvesant tidak setuju dengan kehadiran Yahudi tersebut dan memerintahkan mereka untuk pergi. Namun orang-orang Yahudi sudah melakukan tindakan untuk mencegah terjadinya pengusiran dengan melakukan lobby kepada para pengusaha. Kemudian para direktur tersebut mengemukakan alasan agar kalangan Yahudi dapat diterima, yaitu karena orang-orang Yahudi telah banyak menanam modal di perusahaan-perusahaan mereka.
Meski akhirnya dapat tinggal, akan tetapi orang-orang Yahudi tetap dilarang memasuki pelayanan publik dan membuka toko-toko ritel. Sehingga mereka beralih ke perdagangan luar negeri dan dengan cepat memonopoli berkat jaringan koneksi mereka di Eropa.
Kebijakan Gubernur Belanda, Peter Stuyvesant tersebut tanpa disadari telah mendorong orang-orang Yahudi untuk membangun New York menjadi pelabuhan utama di Amerika. New York kemudian justru menjadi pusat populasi kaum Yahudi di dunia. Bagian terpenting dari kota itu jatuh dalam genggaman orang-orang Yahudi.
Dalam Ford (2006) disebutkan para penulis Yahudi yang menyaksikan kemakmuran itu menyatakan bahwa Amerika Serikat merupakan Tanah Yang Dijanjikan. New York adalah Yerusalem baru, bahkan sebagian penulis menyebutkan puncak-puncak pegunungan Rocky asebagai pegunungan Zion.
Pada jaman George Washington, sudah terdapat sekitar 4.000 orang Yahudi di negara itu yang sebagian besar adalah pedagang-pedagang sukses. Mereka menyokong kepentingan Amerika dan membantu koloni-koloni revolosioner dengan memberikan pinjaman pada masa-masa kritis.
Daftar bisnis yang dikontrol oleh Yahudi Amerika Serikat meliputi industri-industri paling vital. Industri yang benar-benar vital dan melalui cara-cara tertentu membuat beberapa industri tampak menjadi vital. Berbagai bisnis berskala nasional maupun internasional berada dibawah kontrol Yahudi Amerika, baik dilakukan sendiri maupun bekerjasama dengan jaringan Yahudi di luar negeri.
Menurut Ford (2006) contoh-contoh kemakmuran Yahudi di Amerika serikat adalah hal yang sudah lazim, tetapi kemakmuran tidaklah dicampuradukkan dengan kontrol. Dalam kondisi yang serupa, rasanya mustahil non-Yahudi bisa merebut kontrol yang dipegang Yahudi. Alasannya, karena kurangnya solidaritas di antara mereka sendiri, kurangnya konspirasi untuk mencapai tujuan tertentu, kurangnya keeratan antar-ras. Itu semua merupakan ciri yang membedakan mereka dengan orang-orang Yahudi. Tidak ada rasa persatuan di antara orang non-Yahudi. Di lain pihak, bagi orang Yahudi, setiap orang Yahudi bagaikan saudara sendiri.
Moses Hess dalam bukunya yang berjudul Rome and Yerusalem dalam Ford (2006) mengemukakan orang-orang Yahudi lebih dari sekedar pengikut sebuah agama. Mereka adalah ras, sebuah persaudaraan, bangsa. Pendapat tersebut dibenarkan oleh Bertram B Benas dalam bukunya Zionism: the National Jewish Movement yang menyebutkan bahwa entitas Yahudi secara esensial adalah entitas sebuah bangsa.
Peran Lobby dalam Kebijakan Amerika Serikat
Dalam Pemerintahan Amerika Serikat, para politikus secara berkala berupaya membentuk persepsi tentang perhatian nasional dan untuk meyakinkan wakil rakyat pembuat perundang-undangan dan presiden untuk mengadopsi pilihan-pilihan kebijakan mereka. Pengaruh kompetisi antar fraksi tersebut menurut Mearsheimer dan Walt (2006) sangatlah terkenal dan dipuji oleh James Madison dalam bukunya ”Federal Nomor.10” dimana kompetisi tersebut mempengaruhi kelompok-kelompok politik yang berbeda dalam membentuk aspek kebijakan luar negeri Amerika, termasuk dalam hal keputusan untuk berperang.
Suatu kelompok politik tertentu yang berkuasa dapat mempengaruhi penentuan sebuah kebijakan yang sebenarnya dapat berdampak tidak baik bagi negara secara keseluruhan. Sebuah harga yang dibayarkan dengan bertujuan untuk melindungi industri-industri tertentu dari kompetisi dengan pihak asing dapat menguntungkan perusahaan-perusahaan tertentu tetapi bukan banyak konsumen yang harus membayar bagi produk barang industri tersebut.
Sebagai contoh kasus, Asosiasi Persenjataan Nasional Amerika Serikat sukses dalam menghalangi pembentukkan Dewan Pengontrol Senjata Api yang tentunya menguntungkan pihak produsen dan distributor dan mengabaikan protes dari masyarakat akan kekerasan yang diakibatkan oleh kepemilikan senjata api.
Contoh kasus lainnya dapat ditemukan ketika pelobi terdahulu dari Institut Perminyakan Amerika Serikat menjabat sebagai Ketua Staff di Gedung Putih untuk Komisi Kualitas Lingkungan Hidup yang menggunakan jabatannya untuk menggagalkan laporan tentang hubungan antara emisi gas rumah kaca dan pemanasan global dimana menyebabkan kekawatiran bahwa industri perminyakan akan melindungi kepentingannya dengan cara yang dapat membahayakan banyak pihak.
Mengenal Lobby Yahudi
Lobby Yahudi atau Lobby Israel dapat dipahami sebagai istilah koalisi dari berbagai individu dan organisasi yang secara aktif bekerja untuk membentuk kebijakan luar negeri Amerika Serikat yang mengarah pada pro-Israel. Lobby Yahudi ini tidak hanya bergerak sendiri, berbagai organisasi dan individu yang terlibat dalam lobby bergerak secara terbuka dan dengan cara yang sama dengan tindakan para kelompok politik lainnya.
Lobby Yahudi digunakan oleh Pemerintah Amerika Serikat adalah pada saat menentukan kebijakan luar negeri yang berkaitan dengan Konflik Timur Tengah. Berbagai pertanyaan akan kebijakan terhadap Timur Tengah yang berbeda untuk saat ini. Para pihak pendukung Israel selalu berhasil memaksakan untuk menyebarluaskan bahwa kebijakan Amerika Serikat haruslah selalu memperhatikan kepentingan Israel.
Walaupun beberapa pihak internal Pemerintah Amerika Serikat tidak setuju dengan kondisi tersebut dan berpendapat bahwa haruslah diadopsi pendekatan berbeda dengan tidak menitikberatkan pada kepentingan Amerika Serikat atau Israel.
Pengaruh Lobby Yahudi dalam Kebijakan Amerika Serikat
Henry Ford dalam bukunya yang diterbitkan tahun 1977 dalam The International Jew dalam Ford (2006) pernah berpendapat bahwa masalah Yahudi bukanlah jumlah orang Yahudi yang tinggal di Amerika. Bukan pula kecemburuan Amerika terhadap keberhasilan orang-orang Yahudi. Bukan pula sikap keberatan terhadap agama Musa, Yahudi. Masalah Yahudi adalah sesuatu yang lain. Dan sesuatu yang lain itu adalah fakta adanya pengaruh Yahudi dalam kehidupan negara tempat mereka tinggal. Di Amerika Serikat, masalah Yahudi merupakan pengaruh mereka dalam kehidupan rakyat Amerika.
Pada kenyataannya, Pemerintah Amerika Serikat menurut Mearsheimer dan Walt (2006) selalu mendukung agar Negara Israel untuk tetap eksis atau ada keberadaannya.. Dengan melihat situasi tersebut tentunya lebih berpengaruh dibandingkan dengan pesaing potensial utamanya seperti melalui ”Lobby Arab” atau ”Lobby Minyak” yang dilakukan oleh keturunan negara-negara Timur Tengah di Amerika Serikat.
Meskipun jarang terjadi, berbagai macam aspek dari kegiatan lobby bertujuan untuk mempengaruhi kebijakan Pemerintah Amerika Serikat dalam berbagai cara seperti yang dilakukan oleh kelompok pengamat lainnya. Pihak-pihak tersebutlah yang dapat dipastikan sebagai ”Komunitas Pendukung Yahudi” atau ”Gerakan Menolong Israel”. Karena kegiatan lobby para kelompok inti tersebut maka istilah ”Lobby Yahudi” lebih dikenal secara umum seperti halnya digunakan dalam bidang lobby pertanian, lobby asuransi, lobby senjata atau lobby etnis lainnya.
Bahkan J. J Goldberg dalam bukunya Jewish Power: Inside the Jewish Establishment dalam Petras (2008) mengemukakan bahwa berdasarkan pada data di awal tahun 1990-an, tercatat 45 persen dari penggalangan dana untuk Partai Demokrat dan 25 persen pendanaan untuk untuk Partai Republik berasal dari Komite Aksi Politik (Political Action Committees/PACs), badan dana Yahudi. Angka yang lebih tinggi dikemukakan dalam survei oleh Ricard Cohen dari Wahington Post. Hasil survei tersebut adalah 60 persen pendanaan untuk Partai Demokrat berasal dari PACs Yahudi pro-Israel dan 35 persen untuk Partai Republik.
Seperti pada kelompok pengamat khusus lainnya, Group pendukung Yahudi adalah Organisasi Zionis Amerika (ZOA) dengan seorang tokoh utama yaitu Malcolm Hoenlein, sebagai Wakil Ketua Eksekutif Konferensi Presidentil Organisasi Yahudi Amerika Mayoritas. Diluar itu secara jelas terdapat juga kelompok dan individu dengan posisi yang membingungkan dan bukan merupakan bagian dari lobby Yahudi yaitu Asosiasi Nasional Arab-Amerika dengan tokoh utamanya Rashid Khalidi, Akademisi Universitas Kolombia.
Lobby Yahudi memiliki sebuah inti yang terdiri dari berbagai organisasi untuk mendorong Pemerintah Amerika Serikat secara berkesinambungan tetap membantu Israel tentunya tanpa secara konsisten aktif sebagai kelompok lobby Yahudi seperti para juru runding yang tergabung dalam Komite Urusan Publik Amerika-Israel (AIPAC), para anggota peneliti pada Institut Washington untuk Kebijakan Timur Jauh (WINEP) atau kepemimpinan organisasi seperti Liga Anti Penentang (ADL) dan Persatuan Umat Kristen untuk Israel (CUFI).
Mereka adalah pendukung hak-hak orang Yahudi dan Negara Israel yang bertujuan meyakinkan Pemerintah Amerika Serikat untuk memberikan bantuan perlindungan bagi Israel saat dalam bahaya. Seorang senior yang secara konsisten memberikan voting suaranya untuk mendukung Israel tidak perlu menjadi kelompok inti lobby Yahudi karena mereka dibutuhkan untuk memberikan tanggapan untuk menghadapi tekanan politik yang diluncurkan kelompok pengamat Anti-Israel.
Persyaratan untuk menjadi bagian dari kelompok lobby Yahudi, seseorang haruslah aktif bekerja menggegolkan kebijakan ke arah Pro-Israel. Untuk sebuah organisasi, harus menjadi bagian penting dari misi tersebut dan bagi seseorang harus mengorbankan kehidupan pribadinya. Mereka adalah seperti seorang reporter New York Times, David Sanger, Profesor Bruce Jentleson dari Universitas Duke dan kolumnis Washington Post, Charles Krauthammer atau pendiri Universitas Sejarah Princeto, Bernard Lewis.
Beberapa tokoh lobby Yahudi terkemuka adalah Morton Klein dari Organisasi Zionis Amerika (ZOA), John Hagee dari Persatuan Umat Kristen untuk Israel (CUFI), Rael Jean Isaac dari Amerika untuk Keselamatan Israel dan Dennis Ross dari Institut Washington untuk Kebijakan Timur Jauh (WINEP) serta Martin Indyk dari Lembaga Brrokings. Mereka adalah orang-orang yang berkepentingan untuk menetapkan negosiasi dan terkadang harus mengkritisi tindakan Israel tertentu walaupun ketika Israel mengambil langkah berhadapan dengan Amerika Serikat, dan setiap orang tersebut haruslah siap memberikan kehidupan profesionalnya untuk mendorong dukungan singkat ini. Oleh sebab itu, walaupun terbukti salah tetapi lobby Yahudi yang dilakukan adalah suatu kesatuan, dengan kurang lebih menggambarkan suatu koalisi, dimana hal tersebut merupakan kesalahan untuk menyingkirkan seseorang yang aktif bekerja untuk menggalangkan kerjasama khusus dengan negara Yahudi.
DAFTAR RUJUKAN
Anonymous. 2010. Negosiasi. (Online), (http://www.edo.web.id/wp/2007/08/14/negosiasi. Diakses 25 Nopember 2010)
Ford, H. 2006. The Internasional Jews: Membongkar Makar Zionisme Internasional. Jakarta: Penerbit Hikmah
Mearsheimer, J. J. & Walt, S. M. 2006. The Israel Lobby and US Foreign Policy. New York: Anonymous
Mulyana, D. 2003. Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Pareno, S. A. 2010. Modul Lobby dan Negosiasi. Surabaya: Program Pasca Sarjana Magister Ilmu Komunikasi Universitas Dr. Soetomo
Petras, J. 2008. The Power of Israel in USA: Zionis Mencengkeram Amerika dan Dunia. Jakarta: Zahra Publishing House
Santoso, E. & Setiansah, M. 2010. Teori Komunikasi. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Suryadi, B. 2010. Negosiasi yang Berhasil. (Online), (http://www.sinarharapan.co.id. Diakses 25 Nopember 2010)
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. 2008. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa
Universitas Negeri Malang. 2000. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (PPKI). Malang: Universitas Negeri Malang.
Wojowasito, S. & Wasito, T. 1980. Kamus Lengkap: Inggris-Indonesia, Indonesia-Inggris. Bandung: Hasta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar